Ketimpangan Sosial dan Urbanisasi di Kabupaten Tangerang: Tinjauan Sosio-Ekologis Terhadap Pembangunan Pinggiran Kota
Oleh: Hadi Hartono
Abstrak
Kabupaten Tangerang merupakan bagian dari wilayah penyangga Jakarta yang mengalami transformasi pesat dalam dua dekade terakhir. Pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh industrialisasi dan ekspansi properti menyebabkan tekanan sosial dan ekologis yang signifikan. Artikel ini mengkaji secara kritis dinamika urbanisasi dan ketimpangan sosial di Kabupaten Tangerang melalui pendekatan sosio-ekologis. Temuan menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara pembangunan fisik dan kualitas hidup masyarakat. Kajian ini merekomendasikan perlunya perencanaan wilayah yang partisipatif dan berkelanjutan, dengan memperhatikan keadilan sosial dan lingkungan hidup.
Kata Kunci: Kabupaten Tangerang, urbanisasi, ketimpangan sosial, ekologi perkotaan, pembangunan berkelanjutan
1. Pendahuluan
Kabupaten Tangerang, yang terletak di Provinsi Banten dan menjadi bagian dari kawasan megapolitan Jabodetabek, menunjukkan laju urbanisasi dan industrialisasi yang sangat tinggi. Namun, perkembangan pesat ini juga membawa tantangan besar, seperti ketimpangan ekonomi, degradasi lingkungan, dan pergeseran identitas sosial budaya masyarakat lokal.
Banyak studi menyebutkan bahwa kawasan suburban seperti Tangerang cenderung menjadi zona “antara” yang menyatukan dunia industri, permukiman elit, dan kantong-kantong kemiskinan (Firman, 2004; Leaf, 2008). Studi ini mencoba mengangkat fenomena yang selama ini tersembunyi—undercover—di balik narasi keberhasilan pembangunan wilayah.
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Urbanisasi dan Perubahan Tata Ruang
Urbanisasi adalah proses pertumbuhan wilayah perkotaan yang seringkali tidak diikuti oleh kesiapan infrastruktur sosial (Harvey, 2012). Kabupaten Tangerang menghadapi alih fungsi lahan secara besar-besaran, dari pertanian ke permukiman dan industri, yang berdampak pada tata ruang dan lingkungan (BPS Tangerang, 2023).
2.2 Ketimpangan Sosial di Kawasan Suburban
Urbanisasi menghasilkan ketimpangan antarwilayah dan antarkelompok sosial (UN-Habitat, 2016). Di Kabupaten Tangerang, masyarakat lokal seringkali terpinggirkan oleh dominasi ekonomi skala besar yang tidak memberikan efek pengganda langsung pada kesejahteraan lokal (SMERU, 2022).
2.3 Ekologi Perkotaan dan Degradasi Lingkungan
Ekspansi pembangunan berdampak langsung pada kualitas lingkungan. Sungai Cisadane, yang melewati Kabupaten Tangerang, kini menghadapi pencemaran serius akibat limbah domestik dan industri (UI Research, 2021).
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa:
-
Studi Literatur: Dokumen BPS, jurnal ilmiah, dan laporan institusi terkait.
-
Observasi Lapangan: Di Kecamatan Cikupa, Pasar Kemis, dan Rajeg pada Desember 2024 – Februari 2025.
-
Wawancara Semi-Terstruktur: Terhadap warga, aktivis lingkungan,
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Urbanisasi Tanpa Kendali
Data menunjukkan bahwa luas kawasan terbangun di Kabupaten Tangerang meningkat 38% dalam 10 tahun terakhir, dengan alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan dan industri (BPS, 2023). Ini menciptakan tekanan besar terhadap daya dukung lingkungan, terutama air bersih, udara, dan ruang terbuka hijau.
4.2 Ketimpangan Sosial dan Akses Layanan Publik
Masyarakat di sekitar kawasan industri masih menghadapi keterbatasan layanan dasar. Di beberapa desa di Kecamatan Rajeg dan Kresek, akses terhadap sanitasi layak hanya mencapai 52% dari total rumah tangga (BPS, 2023). Sementara itu, kawasan elit seperti BSD City dilengkapi dengan fasilitas premium.
Indeks Gini Kabupaten Tangerang tahun 2022 tercatat 0,42, menunjukkan ketimpangan pendapatan yang tinggi (SMERU, 2022). Ketimpangan ini juga menciptakan segregasi ruang antara “kota” dan “kampung” dalam satu wilayah administratif.
4.3 Degradasi Lingkungan
Sungai Cisadane menjadi korban utama dari ekspansi industri. Penelitian oleh Universitas Indonesia (2021) mencatat bahwa kadar BOD di Sungai Cisadane mencapai 11,2 mg/L di beberapa titik, melebihi ambang batas baku mutu (6 mg/L). Pencemaran ini berdampak pada kesehatan masyarakat, terutama yang masih menggunakan air tanah dangkal.
5. Diskusi
Fenomena ini mencerminkan ketidaksiapan pemerintah daerah dalam mengelola pertumbuhan wilayah yang inklusif dan ekologis. Model pembangunan top-down, yang berpihak pada investasi, sering mengorbankan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Belum ada integrasi antara kebijakan tata ruang, perlindungan sosial, dan pelestarian budaya lokal.
Pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Tangerang membutuhkan pendekatan partisipatif dan interdisipliner. Pemerintah perlu melibatkan komunitas lokal, memperkuat peran RT/RW, dan mendorong transparansi dalam pengelolaan data spasial serta perizinan lingkungan.
6. Kesimpulan
Kabupaten Tangerang bukan sekadar kawasan industri dan properti. Ia juga menyimpan dinamika sosial dan ekologis yang kompleks. Ketimpangan sosial, urbanisasi tak terkendali, dan degradasi lingkungan menjadi tantangan besar yang harus diatasi secara sistematis dan partisipatif.
Rekomendasi:
-
Integrasi kebijakan tata ruang dengan data kemiskinan dan lingkungan.
-
Peningkatan kapasitas komunitas lokal dalam advokasi pembangunan.
-
Penegakan regulasi lingkungan terhadap pelaku industri.
-
Revitalisasi budaya lokal dalam desain kota.
Daftar Pustaka
-
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. (2023). Kabupaten Tangerang dalam Angka 2023.
-
Firman, T. (2004). “New Town Development in Jakarta Metropolitan Region: A Perspective of Spatial Segregation.” Habitat International, 28(3), 349–368.
-
Harvey, D. (2012). Rebel Cities: From the Right to the City to the Urban Revolution. London: Verso.
-
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
-
Leaf, M. (2008). “Urban Planning in Indonesia: A Survey of the Literature.” Urban Studies, 45(2), 269–284.
-
SMERU Research Institute. (2022). Ketimpangan Sosial di Wilayah Jabodetabek Pinggiran.
-
Universitas Indonesia. (2021). Laporan Kualitas Air Sungai Cisadane.
-
UN-Habitat. (2016). World Cities Report: Urbanization and Development. Nairobi: UN-Habitat.